Monday 12 October 2015

Ragam dan Fungsi Bahasa

Ragam Bahasa

Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang beraneka ragam penuturannya, sejarah dan perkembangan dari masyarakatnya merupakan salah satu factor timbulnya sejumlah ragam bahasa Indonesia. namun ragam bahasa yang beraneka macam itu tetap disebut “bahasa Indonesia” karena setiap ragam tersebut memiliki inti sari bersama yang umum, pembentukan kata dan tata makna umumnya sama oleh karena itu kita masih dapat memahami orang lain yang berbahasa Indonesia meskipun ragamnya berbeda dengan ragam kita.

Ragam menurut golongan penutur bahasa dan ragam menurut jenis pemakaian bahasa. Ragam yang ditinjau dari penutur dapat diperinci menurut patokan daerah, pendidikan, dan sikap penutur.

Ragam daerah sejak dulu dikenal dengan logat atau dialek. masing-masing dialek dapat dipahami secara timbal balik oleh penuturnya, sekuarng-kurangnya oleh penutur dialek yang daerahnya berdampingan. jika disuatu wilayah masyarakatnya tidak dapat saling berhubungan misalnya terpisahkan oleh selat, gunung, atau sungai maka lambat laut perkembangan logat tersebut akan banyak berubah dimasing-masing daerah sehingga akhirnya dianggap bahasa yang berbeda.

Ragam bahasa menurut pendidikan formal, menunjukan perbedaan yang jelas antara kaum yang berpendidikan dan yang tidak, tata bunyi bahasa Indonesia golongan yang kedua itu berbeda dengan fonologi kaum terpelajar. bunyi /f/ dan gugus konsonan akhir /-ks/ misalnya sering tidak terdapat dalam ujaran orang yang tidak bersekolah atau hanya berpendidikan rendah. misalnya bentuk fakultas, film, fitnah berubah pengucapan menjadi pakultas, pilem, pitnah pada orang yang tidak dapat menikmati pendidikan yang cukup di sekolah. Begitu pula pada tata bahasa mereka. Kalimat Saya mau nulis surat ke pamanku. cukup jelas maksudnya tetapi bahasa yang baik menuntut agar bentuknya menjadi Saya mau menulis surat itu kepada paman saya.

Ragam bahasa menurut sikap penuturnya, mencangkup sejumlah corak bahasa Indonesia yang masing-masing pada asasnya tersedia bagi tiap pemakai bahasa. ragam ini dapat disebut lagam atau gaya , pemilihannya tergantuk pada sikap penutur orang yang diajak berbicara atau terhadap pembacanya.  sikapnya itu dipengaruhi, antara lain, oleh umur dan kedudukan orang yang disapa, tingkat keakraban atar penuturnya, pokok permasalahan yang hendak disampaikan, dan tujuan penyampaian informasinya. dalam ragam bahasa menurut sikap penutur, kita berhadapan dengan pemilihan bentuk-bentuk bahasa tertentu yang menggambarkan sikap kita yang kaku resmi, dingin, hambar, santai dan sebagainya.


Fungsi Bahasa

Fungsi Umum Bahasa

Fungsi umum bahasa adalah sebagai alat komunikasi sosial. Didalam masyarakat ada komunikasi atau saling hubungan antar anggota. Untuk keperluan itu dipergunakan suatu alat yang disebut bahasa. Bahasa menentukan corak suatu masyarakat atau bahkan sebaliknya. Menurut Whorf dan Sapir, Dua ahli ini menentukan suatu hipotesis yang terkenal dengan nama “Hipotesis Whorf-Sapir”. Menurut hipotesis ini bahasalah yang menentukan corak suatu masyarakat. Tetapi hipotesis tersebut masih harus diuji kembali.

Di suatu media massa (Abadi, 1971) seorang bernama Kang En (mungkin nama samaran) menulis sebuah artikel yang agak kontroversi karena isinya cenderung provokatif, yaitu: “Bahasa yang Merusak Mental Bangsa”. Ada tiga hal yang menjadi persoalan dalam bahasa Indonesia yang dikemukakan oleh Kang En yaitu: masalah kata sapaan, masalah kala (tenses), dan salam (greeting).

1.       Masalah Kata Sapaan
Menurut Kang En bahwa kata sapaan dalam bahasa Indonesia (Bapak, Ibu, saudara) meminjam kata dari perbendaharaan hubungan kekerabatan. Menurutnya hal ini memberikan dampak kepada masyarakat pemakainya memiliki sifat kekeluargaan dan nepotism. Mungkinkah berkembangnya nepotisme di negeri ini disebabkan oleh perilaku bahasa?

2.       Masalah Kala (Tenses)
Bahasa Indonesia sebagai bahasa tipe aglutinatif memang tidak mengenal tenses (kala). Hal ini telah menyebabkan masyarakat kurang begitu peduli waktu dan kurang menghargai waktu atau tidak disiplin. Kenyataan memang banyak menunjukan kebenaran prasangka demikian. Jam karet memang hampir merupakan budaya bangsa. Akan tetapi apakah memeng yang benyebabkan hal tersebut adalah prilaku berbahasa Indonesia yang tidak mengenal tenses? apakah bahasa-bahasa lain yang setipe dengan bahasa Indonesia juga memiliki dampak yang sama? Jawabannya tentu harus lebih diteliti dan dibuktikan dengan data yang lengkap dan otentik.

3.       Masalah Salam (Greeting)
Salam yang paling popular adalah apa kabar? atau Hello, apa kabar? yang menjadi persoalan ialah, samakah perilaku bangsa yang menggunakan salam Apa kabar? dengan perilaku bangsa yang menggunakan salam How do you do! Dampak pemakaian kata do tampaknya berbeda dengan pemakaian kata apa kabar. kata do memiliki sugesti untuk berbuat sesuatu, sedangkan apa kabar memiliki sugesti untuk “memburu berita”. Bangsa yang menggunakan How o you do! sangat terbiasa bekerja dan bekerja contohnya dalam perjalanan dengan bus atau kereta api selalu tidak luput dalam aktivitas membaca buku. Sebaliknya bangsa yang menggunakan apa kabar! sangat umum dijumpai selalu ngobrol didalam perjalanan sejenis. Apakah ini merupakan bukti bahwa prilaku suatu bangsa  telah ditentukan sesuai prilaku bahasanya? Sama seperti sebelumnya hal ini harus diteliti lebih lanjut.




Daftar Pustaka :

Alwi, Hasan, Soenjono, Dardjowidjojo, Hans, Lapoliwa, Anton M, Mulyono. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta. Pusat Bahasa dan Balai Pustaka,2003.

Soeparno. Dasar-dasar Linguistik Umum. Yogyakarta. Tiara Wacana Yogya. 2002.

Referensi :

http://roisah.weebly.com/ragam-bahasa.html
Share:

ARTIKEL

Powered by Blogger.

Recent Comments

Search This Blog

Formulir Kontak

Name

Email *

Message *